Rabu, 15 Desember 2010

Kebiasaan Menipu Mendatangkan Kemarau Panjang Dan Penguasa Zalim

(SAMBUNGAN)

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam meminta kaum Muhajirin agar mewaspadai munculnya lima bala atau bencana yang disebabkan oleh lima dosa. Agar pemahaman kita utuh marilah kita perhatikan kelengkapan hadits tersebut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ يَا مَعْشَرَ الْمُهَاجِرِينَ خَمْسٌ إِذَا ابْتُلِيتُمْ بِهِنَّ وَأَعُوذُ بِاللَّهِ
أَنْ تُدْرِكُوهُنَّ لَمْ تَظْهَرْ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا
إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ
الَّذِينَ مَضَوْا وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ
وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ
إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنْ السَّمَاءِ وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا
وَلَمْ يَنْقُضُوا عَهْدَ اللَّهِ وَعَهْدَ رَسُولِهِ إِلَّا سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا
مِنْ غَيْرِهِمْ فَأَخَذُوا بَعْضَ مَا فِي أَيْدِيهِمْ
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا
مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ

Dari Abdullah bin Umar dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghadapkan wajah ke kami dan bersabda: "Wahai golongan Muhajirin, lima perkara apabila kalian mendapat cobaan dengannya, dan aku berlindung kepada Allah semoga kalian tidak mengalaminya; (1) Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha'un dan kelaparan yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka. (2) Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim. (3) Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan. (4) Tidaklah mereka melanggar janji Allah dan Rasul-Nya kecuali Allah akan kuasakan atas mereka musuh dari luar mereka dan menguasainya. Dan (5) tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan tidak menganggap lebih baik apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan rasa takut di antara mereka." (HR Ibnu Majah 4009)
Saudaraku, sungguh jika kita perhatikan hadits ini lalu direfleksikan kepada kondisi negeri dimana kita hidup dewasa ini –bahkan kondisi dunia secara umum- maka nyata benar bahwa kelima-limanya sudah menjadi kenyataan pada zaman penuh fitnah dewasa ini..! Silahkan kita perhatikan satu per satu peringatan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di atas:

Kedua, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta kita mewaspadai tersebarnya kebiasaan yanqusul-mikyaala wal miizaan (kebiasaan mengurangi timbangan dan takaran) di tengah masyarakat. Kebiasaan yanqusul-mikyaala wal miizaan akan meyebabkan terjadinya kemarau berkepanjangan dan hadirnya penguasa zalim di tengah masyarakat.
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ
وَشِدَّةِ الْمَئُونَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
”(2)Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zhalim.” (HR Ibnu Majah 4009)
Dewasa ini kitapun merasakan hal ini telah menjadi realitas dalam kehidupan baik pada skala nasional maupun global. Banyak sekali manusia yang mengembangkan kebiasaan mengurangi timbangan dan takaran. Ini merupakan suatu kebiasaan buruk yang pada intinya bersumber dari kebiasaan menipu demi memperoleh keuntungan dunia yang sedikit malalui cara yang tidak halal.

Kebiasaan menipu telah merebak di segenap lapisan masyarakat, baik kalangan bawah maupun lapisan elit. Baik itu rakyat biasa maupun para pejabat tinggi. Bagitu pula ia telah merebak sejak usia masih duduk di bangku sekolah sampai menjadi pemimpin di tengah masyarakat. Kalangan berusia muda maupun kaum manula. Dan kebiasaan menipu ini ditampilkan baik dengan cara kasar-transparan maupun halus-tersamar. Masyarakat menyaksikan bagaimana pejabat publik mengambil keputusan melakukan korupsi secara terang-terangan sambil berlindung di balik berbagai dalil perundang-undangan formal. Atau masyarakat biasa melakukan korupsi terselubung seperti misalnya: seorang Pegawai Negeri Sipil tidak punya anak, lalu mendaftarkan anak angkat sebagai anak kandung supaya dapat tunjangan. Atau seorang janda yang ditinggal wafat seorang suami PNS, padahal sudah menikah lagi namun tidak melaporkannya, sehingga walau sudah tidak janda tetap memperoleh pensiun janda. Atau misalnya seorang anak yang sudah nikah tidak dilaporkan agar tetap dapat tunjangan keluarga. Atau seorang siswa bahkan guru terlibat dalam jual-beli soal-soal dan kunci-kunci jawaban Ujian Nasional (UN). Masih pedulikah mereka apakah uang dari kebiasaan menipu itu halal atau haram?
Semua kebiasaan menipu di atas telah menjadi fenomena umum di tengah masyarakat dewasa ini. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memperingatkan kita selaku ummatnya bahwa hal ini akan mendatangkan konsekuensi buruk bagi masyarakat tersebut. Sehingga musim menjadi kacau balau. Bila datang musim kemarau, maka kemarau itu panjang dan sangat getir bagi kebanyakan manusia. Bila datang musim penghujan, maka air hujan yang turun seringkali menjadi sumber bencana seperti banjir dan longsor dimana-mana. Di samping itu Allah akan taqdirkan munculnya penguasa zalim di tengah masyarakat jika kebiasaan menipu telah menggejala.
Sejujurnya, inilah yang sekarang berlaku. Karena banyaknya bentuk kebiasaan menipu, maka muncullah kemarau panjang dan penguasa zalim. Pantas melalui kitabNya Allah melarang kebiasaan yanqusul-mikyaala wal miizaan (kebiasaan mengurangi timbangan dan takaran):
وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ
مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ وَلا تَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ
إِنِّي أَرَاكُمْ بِخَيْرٍ وَإِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ مُحِيطٍ
وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ
وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ
وَلا تَعْثَوْا فِي الأرْضِ مُفْسِدِينَ
”Dan kepada (penduduk) Mad-yan (Kami utus) saudara mereka, Syuaib. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (mampu) dan sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan (kiamat)." Dan Syuaib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS Huud ayat 84-85)


Jika demikian keadaannya, masihkah kita perlu heran mengapa musim kian tahun kian sulit diprediksi? Dan mengapa alam tampaknya kian tidak bersahabat dengan manusia yang hidup di sekitarnya, sehingga muncullah bencana kelaparan ketika kemarau dan banjir serta longsor ketika musim hujan. Masihkah kita mesti kebingungan mengapa para penguasa di berbagai level kepemimpinan, baik kepala desa hingga presiden negara adikuasa berperilaku zalim dan dibenci oleh sebagian besar rakyat yang dipimpinnya?
Saudaraku, marilah kita menjadi manusia jujur dalam segala gerak-gerik hidup. Marilah kita cukupkan takaran dan timbangan dengan adil, sehingga musim dan cuaca menjadi bersahabat kembali dengan manusia. Sehingga pemimpin yang muncul di tengah kita merupakan pemimpin yang amanah, adil dan jauh lebih takut kepada konsekuensi di akhirat yang kekal daripada sekedar memperhitungkan akibat di dunia fana. Amin ya Rabb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar